Kamis, 05 Januari 2012

Si Belang, Si Botak, Dan Si Buta


Dunia memang negeri yang penuh dengan berbagai bentuk ujian. Ujian yang akan membongkar jati diri setiap insan. Ketika seseorang mampu selamat dan lulus dalam ujian-ujian tersebut, maka negeri akhiratlah yang bakal ia raih. Sebaliknya, siapapun yang gagal dan terjatuh dalam menghadapinya, maka kesengsaraan ada di depan matanya. Harta yang Allah berikan kepada para hambanya adalah salah satu bentuk ujian yang Allah berikan kepadanya. Apakah ia mampu mensyukuri-Nya atau malah ia kufur terhadap-Nya.
Terlalu banyak contoh kisah orang-orang yang gagal dalam ujian harta ini. Salah satunya, adalah apa yang Rasulullah ` ceritakan berikut kepada kita dari Bani Isra`il. Berita yang datang dari Bani Isra`il atau yang sering disebut dengan Isra`iliyat dapat kita terima bila berita itu telah dibenarkan oleh Al-Quran atau sunnah Rasulullah. Adapun jika tidak ada pada keduanya, maka kita bersikap diam, tidak membenarkan dan tidak mendustakannya.
Rasulullah ` mengisahkan sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahih beliau, bahwa dahulu di masa Bani Isra`il terdapat tiga orang yang sama-sama tertimpa kekurangan dalam fisiknya. Mereka adalah Si Botak, Si Belang, dan Si Buta.
Maka Allah hendak menguji mereka. Allah kirimkan kepada mereka satu malaikat. Malaikat itu pun bertanya, “Apakah yang kamu inginkan saat ini?” tanya Malaikat tersebut pada ketiganya dalam waktu yang berbeda.
“Aku ingin kulit dan warna tubuh yang indah dan hilang dariku penyakit yang membuat manusia merasa jijik kepadaku” jawab Si Belang. Maka Malaikat itu mengusap kulitnya dan seketika itu pula hilanglah penyakit belang yang dideritanya.
“Ternak apa yang kamu inginkan?”
“Unta” jawab si belang.
Malaikat lalu memberinya seekor unta betina yang bunting seraya berkata, “Semoga Allah memberkahi untamu ini.”
Adapun Si Botak, ia berkata, “Aku ingin rambut yang indah dan hilang dariku penyakit yang membuat manusia merasa jijik kepadaku.”
Maka malaikat itu mengusap kepalanya dan seketika itu pula ia mendapatkan rambut yang menawan.
“Ternak apa yang kamu inginkan?”
“Sapi” jawabnya.
Dan malaikat itupun memberinya seekor sapi betina yang bunting dan mendoakannya, “Semoga Allah memberkahi sapimu ini.”
Bagaimana dengan Si Buta? Apakah jawabannya? Ia menyatakan, “Aku hanya ingin Allah mengembalikan penglihatanku sehingga aku bisa melihat kembali.” Jawaban seorang yang tawadhu. Ia tidak meminta penglihatan yang bagus. Tetapi ia meminta untuk sekedar bisa melihat. Itu saja. Berbeda dengan Si Belang dan Si Botak. Keduanya meminta sesuatu yang lebih dari apa yang dibutuhkan. Si belang meminta kulit dan warna tubuh yang indah sekaligus. Dan si botak meminta rambut yang menawan. Bukan sekedar kulit dan bukan sekedar rambut. Padahal jika keduanya diberi kulit atau rambut saja itu sudah cukup.
Malaikat tersebut lantas mengusap mata Si Buta dan ia pun mampu melihat kembali. Lantas hewan apakah yang diinginkan si buta? Ternyata ia seorang yang zuhud. Ia tidak meminta unta atau sapi. Tetapi ia meminta seekor kambing. Maka, diberilah ia seekor kambing betina yang buting. “Semoga Allah memberkahi kambingmu ini” kata Malaikat.
Walhasil, ketiga orang tersebut benar-benar mendapatkan berkah pada hewan yang dimiliki. Yaitu, harta yang selalu berkembang dan bertambah banyak. Hewan-hewan milik mereka beranak-pinak. Ketiganya menjadi orang yang kaya raya. Si belang memiliki satu lembah unta, si botak dengan satu lembah sapinya dan si buta dengan satu lembah kambingnya. Di sini terdapat faedah, yaitu janganlah pernah kita menolak atau bahkan menganggap kecil segala hal yang diberikan kepada kita. Kita tidak pernah tahu jika barang tersebut ternyata berbarakah sehingga bertambah dan terus bertambah. Oleh karena itulah, Rasulullah ` tidak pernah menolak pemberian apapun walaupun itu sesuatu yang dianggap kecil. Dapat kita ambil faedah pula mengenai besarnya kekuasaan Allah dan karunia-Nya kepada hamba-Nya. Bagaimana Allah kembangbiakan satu ekor hewan menjadi begitu banyak hingga memenuhi satu lembah. Subhanallah.
Malaikat itu kembali menemui ketiganya. Ia mendatangi Si Belang dengan bentuk manusia yang berpenyakit belang seperti ia dahulu. “Aku adalah lelaki yang miskin. Bekal perjalananku telah habis. Tidak ada lagi yang dapat menolongku selain Allah dan engkau. Demi Dzat yang telah memberimu kulit dan warna yang indah dan harta kekayaan, berikan kepadaku satu ekor unta saja yang dengannya aku dapat meneruskan perjalananku.” pinta malaikat itu.
“Hak-hak yang harus kutunaikan begitu banyak.” katanya.
Ia seorang yang kikir. Ia menolak untuk memberikan seekor unta pun padahal orang yang menemuinya sangat membutuhkannya. Tidak ada rasa belas kasih kepada si miskin, tidak ada rasa syukur kepada Allah sedikit pun pada dirinya.
“Sepertinya aku mengenalmu. Bukankah engkau dahulu adalah seorang yang miskin, engkau memiliki penyakit belang hingga manusia merasa jijik kepadamu. Tetapi Allah memberikan apa yang kau miliki sekarang.” malaikat tersebut berusaha mengingatkan keadaannya dahulu.
Dengan pongahnya ia menjawab, “Aku mendapatkan harta ini secara turun temurun” ia berdusta.
Mudah sekali baginya untuk berdusta. Demikianlah keadaan orang-orang yang fasik. Mereka benar-benar menganggap ringan dosa-dosa yang mereka lakukan. Satu dosa memang bisa beranak-pinak melahirkan dosa-dosa yang lain.
“Kalau kau berdusta, semoga Allah mengembalikanmu pada keadaanmu semula.” kata malaikat itu. Maka, Allah pun mengembalikan kondisi orang tadi pada keadaannya semula. Inilah hukuman yang disegerakan bagi orang yang kufur nikmat. Na’udzu billahi min dzalik.
Kemudian ia mendatangi Si Botak dengan bentuk manusia yang botak pula seperti ia dahulu. Dan -Subhanallah- jawaban Si Botak tidak jauh beda dengan jawaban Si Belang. Keduanya mengingkari nikmat yang Allah berikan padanya. Keduanya telah gagal dalam menghadapi ujian harta ini. Keduanya lebih mengedepankan egonya dari pada ridha Allah l.
Berbeda dengan Si Buta. Ia adalah manusia yang mengakui nikmat Allah kepadanya. Dengan penuh keikhlasan, ketika malaikat meminta seekor kambingnya. Ia berkata, “Dahulu aku memang seorang yang buta. Kemudian Allah mengembalikan penglihatanku. Ambillah hartaku sesukamu. Demi Allah, aku tidak akan menahan apapun yang kau ambil karena Allah.” Ia meyakini bahwa segala yang ia dapatkan itu berasal dari Allah semata. Baik itu penglihatan ataupun hartanya. Inilah syukur nikmat yang sempurna. Yang didasari dengan pengakuan hati bahwa segalanya berasal dari Allah l. Lisan juga ikut memuji Allah. Dan ia juga siap untuk menyalurkan harta pada hal-hal yang diridhai oleh Allah l.
Mendengar kejujurannya, malaikat itu berkata, “Tahanlah hartamu, sebenarnya kalian bertiga sedang diuji. Allah telah ridha kepadamu dan Allah murka kepada dua orang temanmu”. Allah ridha kepadanya dengan kejujuran dan rasa syukurnya yang besar kepada Allah. Dan Allah murka kepada dua temannya kala mereka kufur dan sombong dengan harta yang mereka miliki. Kesimpulannya, syukur nikmat yang dilakukan oleh seorang hamba termasuk sebab harta itu tetap ada padanya. Bahkan hal itu bisa menambahkannya. Allah telah berfirman yang artinya, “Jikalau kalian mau bersyukur, niscaya Aku akan menambahkan nikmat-Ku kepada kalian. Tetapi jika kalian kufur, maka adzab-Ku sungguh pedih” [Q.S. Ibrahim:7]. Wallahu a’lam. [sufyan Alwi]

Rabu, 28 Desember 2011

Hari IBU???

Hari ini special bagi seorang ibu?
Memangnya hari-hari yang lain tidak special?

Peringatan Mother’s Day di sebagian negara Eropa, dahulu mendapat pengaruh dari kebiasaan memuja Dewi Rhea, istri Dewa Kronos, dan ibu para dewa dalam sejarahYunani kuno. Maka, di negara-negara tersebut, peringatan Mother’s Day jatuh pada bulan Maret.
Di Amerika Serikat dan lebih dari 75 negara lain, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hongkong, peringatan Mother’s Day jatuh pada hari Minggu kedua bulan Mei karena pada tanggal itu pada tahun 1870 aktivis sosial Julia Ward Howe mencanangkan pentingnya perempuan bersatu melawan perang saudara.

Ah.. tau kah anda sejarah mengapa di Indonesia pada tanggal 22 Desember selalu diperingati sebagai hari ibu?
Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung Dalem Jayadipuran yang sekarang berfungsi sebagai kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional dan beralamatkan di Jl. Brigjen Katamso. Kongres dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Dhien, Tjoet Nyak Meutia,R.A. Kartini, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, dan lain-lain.
Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara, pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan, pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan gender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa.
Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Peringatan 25 tahun Hari Ibu pada tahun 1953dirayakan meriah di tak kurang dari 85 kota Indonesia, mulai dari Meulaboh sampai Ternate.

Tapi mari kita sedikit menepi, tentang apa semua ini…

·         Bukan bermaksud mengambil jalan lain dari perayaan Hari Ibu. Tapi,sejatinya ibu lebih, melampaui peringatan-peringatan tersebut. Hari ini tidak berarti apapun dibanding hari-hari itu..

·         Ibu, bagi kita adalah jaminan surga. Setiap hari kita dianjurkan mendoakan mereka, mengucapkan sayang kepada mereka, dan mengharapkan kebaikan untuk mereka..

·         Ibu, tidak membutuhkan hari spesial hanya sekedar menunjukkan balas jasa anak-anaknya, mereka hanya butuh kita menjadi manusia-manusia shalih perindu surga..

·         Pun,Ibu tidak butuh formalitas doa atau ucapan cinta kita. Mereka hanya butuh kita menjadi pelita bagi kegelapan, penunjuk jalan bagi  kealpaan..

·         Karena ibu-ibu kita adalah manusia pilihan yang melahirkan anak-anak hebat. Siapakah anak-anak hebat? Mereka yang memahami apa makna perjuangan hidup..

·         Ibu seperti kupu-kupu yang tidak pernah tau betapa indah sayap-sayap mereka. Ibu mungkin tidak mau tau, karena tugas mereka hanyalah menjadikan indah dunia bagi anak-anak mereka..

·         Pernah mendengar kisah seorang lelaki yang mengabdi kepada ibunya yang lumpuh? Lelaki tersebut memandikan, menyucikan hadats ibunya.  Ia pun ikhlas mlakukannya

·         Begitu terus dari hari ke hari. Tetapi, entah mengapa ia bertanya kepada Umar bin Khatab: "Apakah pengabdianku sudah cukup untuk membalas budi Ibuku?"

·         Lalu Umar menjawab: "TIdak! Tidak cukup! Karena kau melakukan itu sembari menunggu kematiannya, sedangkan  ibumu merawatmu sembari mengharap kehidupanmu."

·         Rekan-rekan, jika hari ini dianggap begitu spesial utk  Ibu, maka jauh sebelum itu ibu-ibu kita telah menjadikan seluruh hari-harinya spesial untuk kita!

·         Jadi, bakti kita jangan seolah-olah terbayar dengan satu hari. JAUH, JAUH, dan JAUH.  Bahkan tidak akan pernah bisa mereposisi hari-hari ibu yang kita renggut.

·         "Ya, Rasulullah. Aku ingin ikut dalam peperangan, tapi sebelumnya Aku minta pendapat Anda." Rasulullah SAW bertanya, "Apakah kamu masih punya ibu?"
"Punya," jawabnya.  Rasulullah SAW, "Jagalah beliau, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua telapak kakinya." (HR An-Nasai, Ahmad & Ath-Thabarani)

·         Mari berbakti kepada  Ibu dan bapak kita hari demi hari. Tanpa kalkulasi sebanyak apa mereka "mengabdi" dalam tumbuh-kembang kita. Karena tak akan pernah bisa terbayar.


“Rabbighfir lii waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa”
 “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, dan sayangilah kedua orang tuaku sebagaimana mereka telah memelihara / mendidikku sewaktu aku kecil.”

KELUARGA : Basis Pembentukan Generasi Berkualitas

Banyak orang tua yang ketika ditanya tentang anak-anaknya dengan bangga menjawab kalau anak-anak mereka sudah sarjana semua, sudah jadi dokter, sudah kerja di perusahaan besar, sudah punya rumah, dan lain sebagainya.
Wahai orangtua, lebih berbanggalah jika anak-anak anda adalah menjadi orang-orang yang jujur, orang yang banyak menebar manfaat dan kebaikan untuk orang lain, orang yang dekat dengan 'ulama, orang yang sudah benar sholatnya, orang yang fasih membaca qur'an dan mencintainya, orang yang mengenal Rasul dan sahabatnya, dan orang yang cinta sholat malam, apapun jabatan dan profesi mereka. Karena anak-anak yang demikian lah yang akan menyelamatkan anda di akhirat kelak.


KELUARGA : Basis Pembentukan Generasi Berkualitas

Kalau kita kalkulasi dan asumsikan bahwa rata-rata usia ummat manusia saat ini adalah 60 tahun, dan mereka menikah rata-rata pada usia 25 sampai 30 tahun. Maka lamanya waktu setelah menikah itu lebih lama dibandingkan waktu manusia sebelum menikah. Artinya,  status kita sebagai suami atau istri itu lebih lama dibandingkan status kita sebagai seorang yang single. Lalu kalau kita meninggal dunia di usia rata-rata manusia, yaitu di usia 60 tahun nanti, maka bisa dipastikan status kita pada saat meninggal adalah sebagai suami atau istri dari pasangan kita.

Meski keluarga bukan satu-satunya parameter, namun dari domain waktu tersebut, sangat jelas bahwa sebuah keluarga yang baik itu sangat penting untuk diwujudkan oleh kita. Agar kita bisa mengisi waktu yang lama itu dengan good value (akhlaqul karimah) serta memperoleh kenikmatan berupa happy ending (husnul Khotimah).

Kalau kita renungkan sejenak, apa sih tujuan kita menikah? mungkin jawabannya akan berbeda-beda tergantung siapa yang kita tanya dan dari sudut mana dia menjawabnya.Karena motif orang menikah itu pun bermacam-macam, ada yang melihat dari sisi fisiknya agar mendapatkan pasangan yang parasnya indah dilihat, ada juga yang menikah karena calon pasangannya memiliki harta yang banyak sehingga bisa memberikan masa depan yang baik, ada juga yang terpaksa karena dijodohkan orangtuanya, atau ada yang menikah karena kebaikan perilaku calon pasangannya. Kita semua tahu, bahwa sebaiknya kita menikah adalah dilandasi karena agamanya, baru dilihat hal lainnya, lalu bertujuan semata hanya agar hidup dan keluarganya nanti diridhoi oleh Allah.

Satu hal yang harus kita ingat juga, yaitu salah satu tujuan dari diturunkannya syari'at (aturan atau ajaran Allah) di muka bumi ini adalah untuk menjaga keturunan (hifzhun nasl atau hifzhun nasab). Hal ini dimaksudkan agar manusia di muka bumi ini terus terjaga eksistensinya dan tidak menjadi punah seperti halnya yang pernah terjadi pada makhluk-makhluk purba pada zaman dahulu kala. Kemudian selain menjaga eksistensi manusia, diharapkan dari generasi atau keturunan berikutnya adalah generasi ini menghasilkan sebuah karya dan kualitas yang lebih baik dari generasi sebelumnya untuk memberikan manfaat dan kebaikan di muka bumi ini. Dan satu-satunya cara yang dibenarkan oleh Islam untuk memperoleh keturunan adalah melalui sebuah proses yang dinamakan pernikahan. Dari pernikahan inilah hadir sebuah keluarga baru yang akan menjadi basis pembentukan sebuah generasi baru. Tentunya, generasi yang berkualitas pasti hanya akan dihadirkan oleh sebuah keluarga yang berkualitas.

Yah memang benar, tujuan menikah tidak hanya karena kita ingin dicintai dan mencintai pasangan kita, tapi lebih dari itu, salah satu tujuan penting dari sebuah pernikahan adalah untuk membentuk generasi penerus kita yang jauh lebih baik, lebih berkualitas, lebih pintar, lebih sholeh, lebih cinta kepada Allah, lebih cinta Rasul-Nya, lebih cinta Al-Qur’an dan generasi yang bisa memberikan perubahan dan menebarkan kebaikan di muka bumi ini. Keturunan juga merupakan aset termahal dalam hidup kita, karena keturunan yang sholeh ini yang bisa membuat kita menjadi penghuni syurga nanti, bukan malah keturunan yang menjebloskan kita ke dalam perihnya siksa neraka. Kembali, kuncinya adalah kualitas di dalam sebuah keluarga.

Dulu manakala masih bertugas di Jakarta dan sering keliling mengikuti kajian-kajian Ke-Islaman, teringat sebuah taushiyah dari Ustadz Budi Darmawan, suami dari Ustadzah Yoyoh Yusroh yang beberapa bulan lalu meninggal dunia akibat sebuah kecelakaan yang lokasinya tak jauh dari tempat saya dilahirkan, semoga Allah memuliakan mereka berdua. Beliau mengatakan bahwa keluarga itu terbagi menjadi dua macam.
Pertama, tipe keluarga yang low empowerment. Yaitu apabila sebelum menikah, suami atau istrinya merupakan pribadi yang produktif, interpersonalnya baik, tingkat ibadahnya kepada Allah bagus, serta  memiliki kelebihan dan kebaikan-kebaikan lainnya. Namun setelah menikah, kebaikan-kebaikan itu menurun dan seakan sirna karena keduanya hanya disibukkan oleh urusan-urusan internal keluarganya saja, tanpa menghasilkan karya-karya yang bermanfaat buat pribadi dan ummat.
Kedua, tipe keluarga yang high empowerment, yaitu tipe keluarga yang kebalikan dari tipe keluarga di atas. Sebelum menikah, suami atau istri tersebut merupakan pribadi yang biasa-biasa saja. Namun setelah menikah, keduanya berubah menjadi pribadi yang produktif, berperan aktif terhadap lingkungannya, semakin dekat dan cinta kepada Allah, serta potensi-potensi yang dulu terpendam kini mulai bermunculan.

Kalau kita lihat sejarah, banyak kisah indah yang dicontohkan tokoh teladan kita dalam pembentukan generasi berkualitas. Salah satu contohnya adalah tokoh Muhammad Al-Fatih, Sang Penakluk Konstantinopel.
Rasulullah Muhammad SAW mengatakan bahwa Islam akan membebaskan dua kota besar Romawi, yaitu Konstantinopel (sekarang Istambul, Turkey) dan Roma. Dan menurut beliau SAW, yang pertama ditaklukkan oleh Islam adalah Konstantinopel, dan sebaik-baik panglima adalah panglima dari pasukan yang menaklukkan Konstantinopel tersebut, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang dipimpinnya.
Tahukah anda, penaklukkan kota Konstantinopel itu terjadi pada tahun 857 Hijriyah atau 1453 Masehi. Terpaut lebih dari 700 tahun dari waktu Nabi SAW mengatakannya. Dan sosok panglima penakluk Konstantinopel inilah yang bernama Muhammad Al Fatih, di mana beliau berhasil menaklukkan Konstantinopel itu pada saat beliau hanya berusia 21 Tahun.
Sejak kecil beliau sudah dididik dengan baik oleh orangtua dan keluarganya, sehingga beliau menjadi pakar dalam bidang matematika, sains, ketentaraan, bahasa Arab, fiqih, sastra dan ilmu lainnya. Beliau juga menguasai 6 bahasa. Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan Sholat Wajib, Sholat Tahajjud dan Sholat Rawatib sejak beliau baligh sampai kematiannya.

Berikut beberapa buku yang layak dibaca sebagai referensi kita dalam membina sebuah keluarga :
-          10 Bersaudara Bintang Al-Qur’an, pengarang : Izzatul Jannah - Irfan Hidayatullah
-          Fiqih Bayi, pengarang : Ibnul Qayyim
-          Cinta di Rumah Hasan Al Banna, pengarang : Muhammad Lili Nur Aulia
-          Dan masih banyak lagi

Kita semua berharap keluarga kita termasuk ke dalam keluarga yang high empowerment, keluarga yang berkualitas dan keluarga yang bisa menghasilkan keturunan yang berkualitas. Semoga demikian, ammiin.